Transformasi digital bukan hanya sebuah tren, melainkan sudah menjadi suatu keharusan bagi organisasi. Di era globalisasi dan teknologi yang kini berkembang dengan sangat pesat, bisnis-bisnis konvensional pun dipaksa untuk turut beradaptasi agar dapat mempertahankan relevansinya. Tentunya, transformasi digital menjadi salah satu jawaban universal bagi semua lini bisnis untuk mencegah risiko kehilangan daya saingnya dalam pasar.
Bahkan sejak 2022, sebanyak 70 persen perusahaan sudah melakukan atau berencana melakukan transformasi digital (McKinsey & Company, 2022). Persentase yang tinggi ini menunjukkan betapa krusialnya transformasi digital bagi keberlangsungan bisnis. Salah satu contoh nyatanya adalah disaat perusahaan fotografi Kodak yang menolak untuk mengadopsi kamera digital yang mereka buat sendiri pada 1975, dengan asumsi bahwa keputusan tersebut akan mengganggu bisnis film mereka yang sudah menguntungkan (CDO Times, 2023). Alhasil, Kodak kehilangan pasar fotografinya kepada kompetitor yang lebih inovatif dan mereka pun jatuh bangkrut pada 2012.
Contoh nyata lainnya adalah perusahaan penyewaan film dan video game Blockbuster yang menolak kesempatan untuk mengakuisisi Netflix pada tahun 2000 (Satell, 2023). Mereka menganggap Netflix hanya sebagai bisnis kecil yang menawarkan model layanan streaming yang tidak relevan. Tentunya, layanan streaming secara digital ini kemudian pesat berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Keputusan Blockbuster untuk mempertahankan toko fisiknya pun membuatnya bangkrut pada tahun 2010.
Kedua kasus nyata Kodak dan Blockbuster telah membuktikan bahwa seiring dengan perkembangan teknologi, inovasi harus selalu diprioritaskan dan organisasi harus siap untuk mengubah model bisnisnya. Transformasi digital memang turut membawa banyak tantangan baru bagi organisasi, namun hal ini terbukti bisa membawa dampak positif yang sangat besar. Contohnya seperti meningkatkan potensi efisiensi dan pengurangan biaya operasional, serta meningkatkan jangkauan pasar karena batasan geografis yang sudah tidak lagi menjadi penghambat.
Transformasi digital bukan hanya tentang cara untuk mengadopsi teknologi baru, tetapi juga tentang mengembangkan sebuah pola pikir atau mindset yang maju. Organisasi harus memiliki mindset yang inovatif, yang berarti selalu mencari cara untuk meningkatkan produk, layanan, dan pengalaman pelanggan (customer experience) yang baik. Harus dipahami bahwa kecanggihan teknologi bukan sebagai katalis untuk mengotomatisasi tahapan proses bisnis saja, melainkan adalah alat untuk menciptakan suatu nilai atau value yang baru bagi para pelanggan.
Organisasi yang sukses dalam menerapkan digitalisasi adalah organisasi yang terus melakukan evaluasi dan mengembangkan strategi. Selain itu, keterbukaan organisasi terhadap perubahan akan menghadirkan berbagai peluang baru untuk pengembangan bisnis. Dengan kata lain, organisasi harus berani untuk terus bereksperimen dengan model bisnis baru sesuai dengan arah pasar yang kian berubah-ubah.
Dalam melakukan transformasi digital, organisasi tentunya akan tetap berhubungan dengan para pelanggan. Maka dari itu, pendekatan yang bersifat customer oriented juga menjadi salah satu kunci untuk melakukannya. Hal ini berarti semua gagasan dan strategi organisasi harus disusun berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Diintegrasikan dengan kecanggihan teknologi, maka organisasi dapat menciptakan pengalaman yang lebih personal, cepat, dan efisien bagi pelanggan. Misalnya seperti penggunaan layanan berbasis cloud, pemanfaatan data untuk memahami kebiasaan pelanggan, serta pengembangan platform omnichannel yang bersfiat seamless.
Transformasi digital sudah terbukti menjadi suatu keharusan bagi bisnis mana pun agar tetap kompetitif di era disrupsi teknologi. Kejadian yang menimpa Kodak dan Blockbuster menunjukkan bahwa ketidakterbukaan akan transformasi digital akan berujung pada keterpurukan. Namun, perlu diingat bahwa penerapan transformasi digital juga harus disertakan dengan adanya perubahan mindset, inovasi, dan perkembangan yang berkelanjutan yang fokus pada kebutuhan pelanggan. Strategi-strategi ini bukan hanya langkah untuk bertahan saat ini saja, melainkan juga sebagai kunci keunggulan bagi organisasi untuk bertahan secara jangka panjang.
Apa upaya transformasi digital yang sudah Anda lakukan dalam organisasi Anda?
Let’s set the future!
REFERENSI:
CDO Times. (2023, 27 September). Case study: Kodak’s downfall, a lesson in failed digital transformation and missed opportunities. CDO Times. https://cdotimes.com/2023/09/27/case-study-kodaks-downfall-a-lesson-in-failed-digital-transformation-and-missed-opportunities/
McKinsey & Company. (2022, 21 Oktober). Tech at the edge: Trends reshaping the future of IT and business. McKinsey Digital. https://www.mckinsey.com/capabilities/mckinsey-digital/our-insights/tech-at-the-edge-trends-reshaping-the-future-of-it-and-business
Satell, G. (2023, 12 September). A look back at why Blockbuster really failed and why it didn’t have to. Forbes. https://www.forbes.com/sites/gregsatell/2014/09/05/a-look-back-at-why-blockbuster-really-failed-and-why-it-didnt-have-to/?sh=31d49e2f1d64