Selama bulan Ramadan, sebanyak 1.5 milyar masyarakat Muslim di seluruh dunia melaksanakan Ibadah Puasa. Ibadah Puasa di bulan Ramadan merupakan salah satu dari 5 kewajiban sebagai seorang Muslim. Ketika berpuasa, masyarakat Muslim diharapkan tidak makan dan minum, tidak merokok, dan tidak melakukan hubungan seksual selama matahari terbit hingga matahari terbenam. Selama menjalankan Ibadah Puasa di bulan Ramadan, banyak terjadi perubahan pada gaya hidup masyarakat Muslim, seperti berubahnya pola makan dan berkurangnya jam tidur.
Tidak hanya menguntungkan dari sisi spiritual, Ibadah Puasa juga diketahui menguntungkan dari sisi kesehatan. Seperti terjadinya penurunan berat badan, lingkar pinggang, laju metabolisme basal, indeks massa tubuh, lemak tubuh, glukosa darah, tekanan darah sistolik dan diastolik. Namun perlu diingat untuk tetap mengkonsumsi makanan yang bernutrisi dan minum air yang cukup (Meo & Hassan, 2015). Lalu bagaimana dari sisi Psikologisnya?
Sejumlah penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara puasa selama bulan ramadan dengan tingkat kesehatan mental individu, seperti menurunnya tingkat depresi, stres, dan kecemasan. Namun, ditemukan juga bahwa tingkat kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis (psychological well-being) kembali menurun pasca Bulan Ramadan.
Bagaimana hubungan antara Ibadah Puasa di Bulan Ramadan dan psychological well-being, serta apa hal-hal yang dapat kita lakukan agar mempertahankan efek positif dari Ibadah Puasa meskipun sudah melewati Bulan Ramadan? Untuk penjelasan lebih lanjut, berikut kami paparkan artikel mengenai “Puasa Ramadan dan Psychological Well-being”.
Baca juga: Stress, Kepribadian, dan Subjective Well-being pada Karyawan dalam Masa Pandemi Covid-19